Phone sex. Ah... ah... ah...
Saya pikir, tidak ada orang yang menolaknya. Bahkan kalau ada orang suci jaman dulu bisa “hidup lurus”. Mungkin akan belok setelah kenal ponsel. Kalau mereka menolak dan berang atas ungkapanku ini. Tidak masalah. Bukankah kelak Tuhan akan menyediakan TV layar lebar yang akan merekam segala polah tingkah hidup orang sekarang. Dan saat itu pula, kelakuan phone sex-nya akan terbongkar.
Untuk berkata tidak pada phone sex, sebelumnya jawab dulu pertanyaan saya: siapa orang yang sanggup menolak sex? Kecuali dia seorang kasim. Siapa bisa menolak pentingnya keberadaan ponsel yang jadi berhala wajib jaman sekarang? Kalau bisa, mengapa dalam sekali hidup kita tidak mencoba untuk jujur. Seperti digambarkan dalam novel “blakanis” karya Arswendo Atmowiloto. Dalam novel itu diceritakan seseorang yang bernama Ki Blaka berkumpul dengan pengikutnya untuk mempraktekkan hidup Blaka: jujur. Jemaah Ki Blaka tidak segan-segan untuk jujur menjawab setiap pertanyaan yang diajukan setiap jemaah lain. Ada yang membongkar kasus korupsinya, seksualitas, dan kehidupan keluarga. Bahkan Ki Blaka mengaku kalau dia pernah menyodomi kambing. Ayo, ayo, sepertinya kita mesti punya Ki Blaka yang lebih real. Ia tidak hanya akan dicatat dalam buku, bahkan sejarah pun akan mencatatnya. Dan itu bisa dimulai dengan jujur soal kegiatan phone sex kita.
Phone sex adalah salah satu sisi lain dari dunia seksual kita yang menyimpang. Geliat dari kehidupan birahi yang memperbaharui dirinya dengan begitu rupa. Semacam inovasi ketika seksualitas konvensional mencapai titik nadir. Sedangkan kebosanan selalu punya daya untuk membenarkan “perilaku purba” seorang manusia.
Dalam kehidupan pernikahan, phone sex adalah perpanjangan tangan, manivestasi dari rasa rindu yang tak sampai. Sehingga kebutuhan seksualitas yang tidak bisa ditunda, harus diselesaikan dengan phone sex. Phone sex tidak pernah menyelesaikan apapun kecuali kepuasan. Tapi di sisi lainnya, Phone sex adalah tindakan gegabah, ketika pada akhirnya membunuh kesehatan mental dan merubah perilaku kita menjadi semakin merosot.
Di dunia yang kacau, kehadiran phone sex menjadi semacam shortcut atas ketidakmungkinan seksual. Tapi, phone sex juga menjadi alternatif lain soal seksual yang kenvensional. Apa ada yang menyangka – lewat phone sex – kemungkinan baru soal dunia seksual yang selama ini dipahami hanya sebagai kelamin an sich, bisa berubah menjadi phone only.
Dunia butuh kemungkinan-kemungkinan lain yang bisa membuat segalanya bisa lepas dari belenggu penat yang menggunung. Peradaban telah lama berjalan tanpa harapan yang jelas dari manusianya, kolektivitas dan pemimpin-pemimpinya. Mungkin, dunia telah gagal untuk melahirkan Tuhan baru yang lebih prinsipil. Segala candu yang membuat dunia istirahat barang dua atau tiga menit. Tapi, dunia telah banyak gagal mencipta dan membuat seseorang bisa memilih sesuatu dengan lebih rasional. Kata seorang gila yang kukenal sembarangan di warung kopi: sekarang adalah jaman dimana kesadaran hidup yang lebih logis tidak mungkin lahir. Begitu pesimistik memang. Tapi, di sisi yang lain kehidupan berjalan dengan pembaruan yang remeh temeh.
Untuk kesadaran kelamin, seseorang butuh phone sex agar bisa lepas dari dahaga semu. Di tengah segala keterbatasan, ketidakmungkinan, dan kebutuhan, phone sex lahir untuk menjawab beberapa hal yang tak selesai dijawab dunia.
17 Januari 2012
0 komentar:
Posting Komentar