ambilah kayu garu di laut ranjau,
asapi dengan dupa dan rapal mantra
melingkar di lengan diikat tali kecapi
karena di sebrang kayu garu adalah pintu
menyimpan telanjang, malaikat dan penari
dari kutuk ular air yang tulus memberkati
mencintai malam tak terbahasakan
puisi dan gelisah pantai menuju sore
siapa nama angin malam ini
yang menggoyang dedaun
batang-batang garu membuat cerita
pertemuan saat pagi pualam
ah, tuhan-kekasih yang mencatat tempias tangis
denting parang menyibak gemeretak batang garu;
garu di kampak, garu yang gemetar menunggu
di kantong jaket pengembara
pemungut ranting malam buta
(2014)
* Kayu yang harum baunya, biasanya dr pohon tengkaras; Aquilaria malaccensis
MUSLIHAT PEMATUNG
esok pagi batu gunung itu kupahat
kupecah sebagian
kutanam lumut
kurabuk, hujan ludah dan japa-mantra
agar malam menitipkan kutuk dan keramat
demit penjaga kubur batu
demi leluhur, demi sejengkal tanah kampung
kukubur patung batu. ditabur kayu
sedikit darah kucing dan telur busuk
agar ruh menyatu
menggandeng kenangan silam
dua bulan lagi, bersabarlah
memulai segala tapa dan bersiap memandikanmu
yang bangkit dari perjumpaan masa silam
bersiap menyambutmu untuk kutumbalkan
pada rupiah dan serakah
(2014)
PENGHISAP KAWUNG DI MALAM PENGANTIN
penghisap kawung, sebuah salam dari keramat
menyulap pengantin seharum melati
malam panjang di ubun-ubun pemain domino
apa kau masih hidup di cangkir-cangkir kopi?
kalau aku harus mengenangmu
kaulah pencerita yang ditunggu
kisah ikan jerung dan pemabuk kurang cinta
lalu sebuah tangis yang dicucukkan asap kawungmu
ke mataku, tubuh pengantin, dan para tamu
apa jantungmu berdegub darah dan janji
ini malam pengantin seperti klobot di bibirmu
dihembusi angin, mengasapi
beratus-ratus iri dalam daging
apa kau ingin pulang ke pernikahanmu dulu?
sewaktu penghisap kawung memberkati malam berdarah
di kamar pengantin
(2014)
Dimuat di Jogja Review
0 komentar:
Posting Komentar